Wabah Mematikan yang Terjadi di Abad ke-14 Bukan Disebabkan Oleh Tikus
Selama beberapa abad, tikus hitam disalahkan sebagai penyebab Black Death, yang membunuh lebih dari 25 juta orang di Eropa pada abad ke-14. Ini merupakan wabah mematikan pertama yang terjadi di masa itu.
Wabah ini diduga ditularkan oleh kutu tikus yang akhirnya menggigit manusia. Secara total, penyakit tersebut diperkirakan membunuh 75 hingga 200 juta manusia.
Namun, benarkah tikus berperan dalam menularkan bakteri mematikan ini?
Pemodelan komputer yang dilakukan tim peneliti dari beberapa universitas di Oslo dan Ferrara, menunjukkan bahwa wabah pertama itu tidak disebabkan oleh tikus. Melainkan berasal dari kutu manusia.
Menggunakan data kematian dari sembilan wabah yang terjadi di Eropa dari abad ke-14 hingga 19, para peneliti melihat kemungkinan bahwa penyakit ini menyebar dengan cara yang berbeda.
Tujuh dari sembilan model menunjukkan bahwa penularan dari kutu manusia menjadi penyebab utama penyebaran wabah. Lebih banyak dibanding penularan melalui kutu tikus atau udara.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan pada Proceedings of the National Academy of Science, para peneliti mengatakan: “Meskipun selama ini, kutu dari tikus diamsusikan sebagai penyebar wabah, namun hanya sedikit bukti sejarah dan arkeologi yang mendukung pernyataan tersebut. Dengan studi ini, kami menunjukkan bahwa ektoparasit manusia seperti kutu, lebih mungkin menjadi penyebab wabah di Eropa pada masa pra-industri,” tulis peneliti.
Black Death -- atau yang sering disebut wabah pes -- menyerang manusia dengan gejala mirip flu. Selain itu, ia juga menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening, ketiak, pangkal paha dan leher.
Orang-orang yang terkena penyakit ini memerlukan penanganan cepat menggunakan antibiotik.
Berdasarkan data dari World Health Organisation (WHO), sejak 2010 hingga 2015, ada 3248 kasus serupa yang terjadi di seluruh dunia. Menyebabkan 548 kematian.
Saat ini, ada tiga negara yang rentan wabah penyakit: yaitu, Republik Demokratik Kongo, Madagaskar dan Peru.
Post a Comment