Header Ads

100 Tahun yang Lalu, Alexander Graham Bell Meramalkan Kehidupan di Tahun 2017


Alexander Graham Bell membenci beberapa hal lebih dari musim panas di Washington, D.C. Dia biasanya melarikan diri ke perkebunannya di Nova Scotia. Namun, satu tahun kewajiban memaksanya tinggal di ibukota yang lembab. Suhu 100 derajat Fahrenheit menyengat kulit. Ia heran, mengapa manusia dapat memikirkan cara menghangatkan rumah, tetapi tidak dengan cara mendinginkannya.

Di dekatnya, Presiden Woodrow Wilson telah memasang pabrik es yang menurunkan suhu di Gedung Putih hingga 80 derajat. Saat Bell membacanya di koran, dia telah kalah dari presiden. Pemompa udara dingin—alat aneh yang dirancangnya—telah membawa suhu di kamarnya hari itu sampai ke suhu 65 derajat yang dingin.

Ketika Bell berusia 69 tahun, ia menceritakan kisah ini dalam sebuah pidato kelulusan di McKinley Manual Training School tahun 1917. Para siswa menjadi liar dan menjadi-jadi dengan tepuk tangan mereka. Sebuah surat kabar lokal melaporkan, ia dipaksa dari tempat duduknya untuk menyampaikan ulang pidato tersebut.

"Bisakah perangko digunakan pada transportasi pribadi?” tanya Bell. Dia berpikir untuk mengenakan tarif rata-rata pada transportasi umum. Namun, biaya untuk membangun jalan tambahan terlalu tinggi. Mungkin, dia mengambil risiko. Mesin terbang akan menjadi solusinya, surat kabar mengatakan.

Pidato Bell—yang disebut sebagai "
Prizes for the Inventor: Some of the Problems Awaiting Solution
"—merefleksikan adanya sebuah kemajuan abad dan visioneritas dengan pandangan ke masa depan yang luar biasa. Di dalamnya, ia mengagumi kemajuan yang dibuat pada abad lalu: penerangan dari gas telah berkembang menjadi bola lampu listrik. Manusia bisa "melihat detak jantung kita sendiri," dan mobil menjadi kendaraan pengganti delman.

Prediksinya pun berlanjut pada pesawat komersial, panel surya, dan kebutuhan akan sumber daya terbarukan. Gilbert Grosvenor, menantu Bell dan editor majalah National Geographic, meminta teks tersebut dan menerbitkan versi revisinya dalam edisi Februari. Kini, seratus tahun kemudian, ramalan dan peringatan Bell terus berlanjut.

DALAM BENAK SANG PENEMU. Sambil tetap bekerja di telepon, Bell mulai tertarik untuk merancang mesin terbang. Selama tiga dekade ia bereksperimen dengan aeronautika, termasuk desain (di atas) untuk membangun "layang tetrahedral," yang menggunakan sel segitiga untuk stabilitas. Pada bulan Desember 1907—setahun setelah Wright bersaudara mematenkan pesawat mereka—salah satu layang-layang Bell terbang dengan manusia di dalamnya untuk pertama kalinya. Penumpangnya, Letnan Thomas Selfridge, menjadi orang pertama yang tewas dalam kecelakaan pesawat saat ia menguji Wright Military Flyer 1908 pada tahun berikutnya. (Courtesy Library of Congress)


Bell telah dibesarkan di era ketika sekolah "melahirkan sarjana ketimbang ilmuwan," katanya kepada siswa di McKinley saat di panggung. Namun, abad yang lalu telah melahirkan penemuan luar biasa, yaitu dari telegraf ke foto.

"Saya sendiri belum cukup tua, tetapi saya dapat mengingat hari-hari ketika belum ada telepon,” ujar penemu telepon itu yang disambut dengan gemuruh tepuk tangan. Seiring masuknya Amerika ke dalam Perang Dunia I, ia berjanji bahwa "orang sains akan dihargai di masa depan, tidak seperti yang pernah dia alami sebelumnya."

Dengan usahanya sendiri, Bell berada di puncak intelektualnya. Pada dekade sebelumnya, dia bekerja untuk membangun kapal tercepat di dunia (yang menorehkan catatan pada tahun 1919), mengusulkan sumber energi terbarukan, dan membuat sketsa mesin terbang nonstop (alat yang dia gambarkan dalam artikel tahun 1892 menyerupai helikopter yang ditemukan 40 tahun kemudian). Tahun setelah Wright bersaudara menerima hak paten mereka, layang-layang Bell mampu menerbangkan temannya melewati 160 kaki.

Pada tahun 1915, dia melakukan panggilan telepon pertama dari pantai ke pantai. Segera setelah itu, seorang pria di Virginia berkomunikasi dengan pria di Menara Eiffel dalam transmisi transatlantik pertama. Bell meramalkan hari ketika panggilan—dan "operasi mekanis"—bisa dibuat tanpa kabel. Dia juga meramalkan bahwa suatu saat alat tersebut akan “menggusur” pembuatnya. "Di setiap tangan, kita melihat penggantian mesin dan kekuatan motif buatan untuk hewan dan tenaga manusia."

DARI TULISAN CEKER AYAM DI BUKU CATATAN HINGGA MENJADI TEMUAN. Dua pria menyokong salah satu layang-layang tetrahedral Bell. Di bawahnya, si pemegang tanda yang berusia lima tahun, adalah Melville Grosvenor, editor National Geographic masa depan. (Koleksi Bell/National Geographic Creative)


Murid McKinley terpesona. "Dia membawa penonton ke dalam kepercayaan dirinya dan membuat mereka merasa bahwa dia mengungkap rahasia dari buku catatan ilmiahnya," sebuah surat kabar melaporkan.

Bell membuat tambahan catatan harian dalam buku catatannya yang legendaris: sketsa temuan, renungan, dan kliping pers. Di rumahnya di Nova Scotia, lebih dari 30 pria bekerja untuk mewujudkan gagasan Bell.

Ada sebuah sistem tali untuk membuka dan menutup jendela, sehingga hingga ia tidak perlu bangun dari tempat tidur saat membaca. Sisanya merupakan usaha besar: Bell menghabiskan beberapa dekade untuk mencoba membiakkan domba dengan lebih dari dua puting susu.

"Yang lebih indah dari ketinggian bangunan yang memusingkan adalah pancaran nyala listrik dari mereka," ujar National Geographic dari kaki langit New York City pada tahun 1917. (Atlantide Phototravel/Corbis/Getty images)
Pada tahun 1912 Bell menulis di buku catatan: "Kamu bisa mengatakan bahwa manusia telah menaklukkan misteri alam.” Namun, baru lima tahun di McKinley setelahnya, dia menyuarakan keprihatinan tentang penyalahgunaan alam. "Kita bisa mengambil batu bara dari tambang, tapi kita tidak bisa mengembalikannya. Kita bisa mendapatkan minyak dari waduk bawah tanah, tapi kita tidak pernah bisa mengisi ulang mereka lagi," katanya kepada para siswa.

Dengan konsumsi yang besar di dunia, dia meramalkan akan datang harinya ketika persediaan  mengering. Sementara ilmuwan lain percaya bahwa udara kotor akan menghalangi sinar matahari dan mendinginkan planet ini, Bell telah memikirkan adanya fenomena semacam efek rumah kaca.

Sebagai solusinya, dia mengusulkan alkohol sebagai bahan bakar alternatif dan sketsa alat atap rumah untuk mengumpulkan tenaga surya dari sinar matahari.

"Hal yang paling luar biasa mengenai Doktor Bell adalah bahwa dia lebih muda dalam pikirannya, daripada kebanyakan pria setengah usianya," ujar temannya pada 1921.

Tahun berikutnya, dan beberapa bulan setelah menerima paten terakhirnya, Bell meninggal pada usia 75 tahun. Selama pemakamannya, 14.346.701 telepon di Amerika terdiam selama satu menit sebagai penghargaan terhadap penemunya.

No comments

Powered by Blogger.