Kapal Shackleton nan Legendaris Akhirnya Ditemukan, Seabad Kemudian
Di musim gugur 1915, kapal penjelajah kutub Ernest Shackleton Endurance karam di lepas pantai Antarktika, membuat krunya terdampar di es laut yang melayang dan membangkitkan salah satu kisah tentang mengatasi keputusasaan yang paling dramatis. Ketika semua dari 28 kru ekspedisi akhirnya bisa diselamatkan, tempat peristirahatann terakhir kapalnya masih tetap menjadi misteri kelautan yang paling sering dibahas—bagian terakhir yang tidak tertulis dari kisah legendaris tentang bertahan hidup dan kemenangan. Itu dia, sampai hari ini. Tim peneliti mengumumkan mereka telah menemukan lokasi bangkai kapal di dasar Laut Weddell yang berbahaya. Bersebelahan dengan bagian paling utara Antarktika.
Imaji pertama dari kapal dikirimkan via kendaraan bawah air otomat (AUVs) dari kedalaman 3.000 meter di bawah air pada 5 Maret. Saat kamera melayang di atas dek kayu kapal, video menangkap gambar tali-tali, peralatan, jendela-jendela kapal, pagar—bahkan tiang-tiang dan helm—berumur seabad semua dalam kondisi hampir seperti aslinya karena suhu yang dingin, ketiadaan cahaya, dan rendahnya oksigen di tempat peristirahatannya yang berair.
“Saya telah mencari bangkai kapal sejak saya di pertengahan dua puluhan, dan saya tidak pernah menemukan bangkai kapal yang sangat koheren seperti yang satu ini,” arkeolog kelautan Mensun Bound, 69, berkata melalui telepon satelit ketika dia dan anggota kru memulai perjalanan panjangnya untuk kembali ke Cape Town setelah lebih dari satu bulan mencari perahu Shackleton. “Anda bisa melihat lubang-lubang baut, dan semuanya.”
Direktur eksplorasi untuk ekspedisi Endurance22, Bound berkata ketika mereka pertama kali melihat imaji yang dikirimkan AUVs, dia dan 65 anggota tim lainnya yakin itu adalah Endurance dan bukan bangkai kapal lainnya. Namun bukti yang menyakinkan benar-benar menjadi fokus: gambar dari dekat buritan memunculkan huruf-huruf dari kuningan yang mengilap bertulisan Endurance di atas bintang kutub. “Anda melihat itu, dan mata Anda membelalak,” ujar Bound seperti dilansir dari National Geographic. Itu adalah “momen lubang cacing ketika Anda kembali ke masa lalu. Saya dapat merasakan embusan napas Shackleton di leher saya.”
Apa Tujuan Shackleton?
Endurance adalah bagian dari nama besar Imperial Trans-Antarctic Expedition Shackleton. Disokong oleh pemerintah Inggris dan donatur swasta dan didukung oleh Winston Churchill, yang kemudian menjadi Pejabat Komisaris Departemen Angkatan Laut Inggris, rencananya adalah mengirimkan kelompok penjelajah ke pesisir Antarktika, tempat mereka akan turun dan kemudian melakukan perjalanan darat melintasi benua via Kutub Selatan.
Mempunyai panjang 44 meter, tiga tiang barquentine yang dibangun khusus untuk perairan kutub, Endurance memiliki lambung kapal dari kayu oak yang kokoh yang tebalnya 76 sentimeter. Endurance berangkat dari South Georgia pada 5 Desember 1914, tidak lama setelah pecahnya Perang Dunia Pertama. Bahkan di bagian bawah—selatan—planet, perang sudah dekat. Saat endurance memasuki Laut Weddell, kapal perang Inggris dan Jerman berancang-ancang di utara mereka dalam Perang Kepulauan Falkland.
Namun musuh yang dihadapi Shackleton dan anak buahnya dari jenis yang berbeda. Laut Weddell, yang meliputi area seluas lebih dari dua setengah juta kilometer persegi, adalah salah satu lingkungan paling terpencil dan tak kenal ampun di dunia, dipenuhi dengan gunung es dan dilanda oleh angin permukaan yang kuat. Shackleton menyebutnya “laut terburuk di dunia.”
Namun jika ada seseorang yang sudah siap untuk upaya seperti itu adalah penjelajah Inggris-Irlandia Ernest Shackleton: veteran dari eksplorasi Antarktika sebelumnya, dia telah menjadi bagian dari perlombaan terbesar untuk mencapai Kutub Selatan sebelum penjelajah Norwegia Roald Amundsen mengeklaimnya.
Sebelum perjalanan lintas benua nan ambisius ini, dia memilih kru dan membuat dirinya disayangi dengan makan malam bersama anak buahnya, melawak, memimpin bernyanyi bersama, dan mengatur permainan. Mereka dengan penuh kasih menyebutnya sebagai “Bos.”
Pada awalnya ekspedisi membuat kemajuan yang bagus, tetapi saat musim dingin 1915 Antarktika mendekat, para pria menemukan diri mereka sendiri terjebak di es laut. “Pada pukul 7 malam tekanan yang sangat berat berkembang. Dengan tekanan puntir yang mengangkat bagian depan dan belakang kapal,” tulis Shackleton pada Selasa 26 Desesmber [1915]. Kami dapat melihat dari anjungan bahwa kapal melengkung seperti busur di bawah tekanan kolosal.”
Di hari berikutnya, para kru memindahkan peralatan, instrumen, dan persediaan dan mendirikan kamp di lapisan es yang mengapung. Shackleton menulis, “Namun meski kami terpaksa untuk meninggalkan kapal, yang hancur melampaui semua harapan untuk memperbaikinya, kami masih hidup dan sehat, dan kami mempunyai perbekalan dan peralatan untuk beban yang ada di depan kita.”
Endurance akhirnya tenggelam pada 27 November. “Malam ini, saat kami rebah di kamp kami mendengar Bos berteriak, ‘dia pergi, anak-anak!’” tulis salah satu kru. “Kami keluar dalam hitungan detik dan naik ke stasiun pengamatan dan tempat melihat lainnya, dan, tentu saja, di sana kapal malang kami satu setengah mil jauhnya berjuang dalam derita kematiannya. Haluannya yang pertama tenggelam, buritannya terangkat ke udara. Kemudian dia menyelam dengan cepat dan es menutupinya untuk selamanya.”
Mengapa Endurance Begitu Sulit Ditemukan?
Dan di sanalah Endurance tinggal, terkubur di bawah es kutub di kedalaman 3.000 meter. Pada 2019, Flaklands Heritage Maritim Trust melakukan ekspedisi pertamanya untuk menemukan kapal tetapi tidak menemukan lokasi bangkai kapal. Musim dingin ini, mereka mencoba kembali, mengatur dan mendanai Endurance22.
Salah satu masalah paling rumit adalah menentukan lokasi kapal. Setelah Endurance yang awalnya terjebak di es, itu terus bergeser saat es terapung hanyut bersama arus. Ketika kapal akhirnya rusak dan karam. Kapten Endurance, Frank Worsley, mengukur lokasi menggunakan sekstan dan mencatatnya di diarinya. Karena visibiltas yang buruk pada hari kru meninggalkan kapal, bagaimanapun, Worsley tidak dapat melakukan pengukuran dengan tepat yang dapat membantu menghitung arah dan kecepatan es yang mengapung.
Salah satu tugas awal dari tim ilmuwan dan ahli navigasi Endurance22 adalah meninjau ulang catatan Worsley untuk menghasilkan lokasi yang lebih akurat.
“Observasi terakhir Worsley adalah 18 November, kemudian dia membuat lagi pada 20 November, sehari setelah kapal karam,” kata Bound. “Dia membuat lagi pada 22 November, tetapi pada saat itu dia berada agak jauh. Jadi, dia harus menebak kecepatan hanyutnya es.”
Ada juga pertanyaan tentang kronometer milik kru. Menggunakan peta langit hari ini yang jauh lebih akurat, peneliti menghitung bahwa jam Endurance berjalan lebih cepat dari yang dicatat oleh kru, kesalahan yang akan menggeser lokasi kapal ke barat dari posisi terakhir yang dicatat Worsley. Menggunakan penghitungan ini, ekspedisi mempersempit pencarian mereka tetapi tetap menghadapi rintangan yang panjang untuk menemukan kapal.
“Kami hanya tersisa tiga atau empat hari lagi dan masih belum menemukannya,” tutur Bound. “Ada tiga area yang masih harus dilihat. Namun sering kali es yang memutuskan di mana kami harus mencari. Dan itu berjalan dari barat ke timur, yang membawa kami melintasi bagian selatan dari area pencarian kami. Dan itu dia!”
“Itu sebenarnya hanya 4,16 mil laut dari posisi Worsley, yang menunjukkan akurasi penghitungannya yang luar biasa,” tambah John Shears, pemimpin ekspedisi Endurance22.
Selain menentukan lokasi, tantangan terbesar yang dihadapi tim ekspedisi adalah es laut. “Seorang pakar di London berkata dia memberi kami 10 persen peluang bahkan untuk melewati es,” kenang Shears sembari tertawa. Untungnya, kapal penelitian mereka, S.A Agulhass II, mampu menerobos es setebal 91 sentimeter pada kecepatan lima knot. Namun itu tidak mencegahnya untuk “berhenti” sebentar oleh es bulan Februari, ketika suhu menukik ke -10 Celcius. “Tekanan menjadi hal besar darinya,” kata Shears. “Namun kami hanya terjebak sekitar empat jam, di lapisan es kecil, sampai air pasang membuat kami lepas.”
Kapal penelitian akhirnya mencapai area pencarian yang ditentukan pada 18 Februari, dan tim memulai pencarian bawah air Endurance. Untuk pencarian dasar laut 3.000 meter di bawah air, mereka menggunakan dua AUVs yang dilengkapi dengan teknologi sonar dan survei visual. Banyak digunakan di industri minyak lepas pantai, gawai ekspedisi sepanjang 3,6 meter mirip perangkat keras komputer raksasa. Mampu beroperasi secara otomat sejauh 160 kilometer dari kapal dan mampu menahan tekanan dan temperatur ekstrem, mereka mampu mengambil imaji pertama dari situs bangkai kapal Endurance.
Bound dan Shears sedang berjalan-jalan di atas es ketika imaji pertama dikirim dari AUVs, kenang Bound. “Momen ketika kami kembali ke kapal, kami bergegas ke anjungan. Salah seorang rekan [yang bertugas mengawasi] bawah laut ada di sana, tersenyum dengan lebar. Ketika dia menunjukkan kepada saya tangkapan layar, itu seperti seluruh hidup saya tersedot ke momen itu.”
Bab Terakhir yang Terungkap dalam Saga Shackleton
Kata terkenal Shackleton, “Apa yang didapat es, disimpan es.” Namun kisah Endurance tidak berakhir dengan tenggelamnya kapal. Perjalanan Shackleton kembali melintasi Laut Weddell untuk mendapatkan pertolongan bagi krunya yang terdampar akan menjadi salah satu narasi paling terkenal tentang eksplorasi dan bertahan hidup.
Pada April 1916, Shackleton meninggalkan krunya di Pulau Elephant, dan dia dan lima lainnya berangkat menggunakan salah satu sekoci Endurance yang dimodifikasi untuk ke pulau South Georgia. Itu 1.300 kilometer jaraknya, perjalanan 16 hari melintasi kebekuan, laut bergejolak yang dikocok oleh angin berkekuatan badai. “Angin benar-benar menderu saat merobek puncak gelombang,” tulis Shackleton. “Jatuh ke lembah, terlempar hingga tinggi, menegang sampai jahitannya terbuka, mengayunkan perahu kecil kami.”
Tiba di pesisir selatan South Georgia, kemudian mereka menghadapi pendakian 36 jam melintasi pulau pegunungan yang terjal untuk mencapai stasiun perburuan paus di Stormness. Shackleton menghendaki dirinya sendiri untuk berhasil, meskipun, seperti hipotesis penelitian terbaru, dia mungkin mempunyai lubang di hatinya.
Saat para kru terhuyung-huyung masuk, manajer stasiun, Thoralf Sorlle, hampir tidak dapat memercayai penglihatan matanya sendiri. “Janggut kami begitu panjang dan rambut kami kusut kasau,” tulis Shackleton. “Kami tidak mandi dan pakaian yang kami kenakan hampir setahun tanpa ganti compang-camping dan kotor.”
Hampir enam tahun kemudian, saat dia mempersiapkan ekspedisi lainnya ke Antarktika, Shackleton meninggal karena serangan jantung di South Georgia. Dia dimakamkan di sana pada 5 Maret 1922. Tepat 100 tahun kemudian tim Endurance22 menangkap imaji pertama dari Endurance.
Bound berkata dia dan anggota krunya akan berhenti di South Georgia dalam perjalanan mereka kembali ke rumah untuk mengunjungi makam Shackleton. “Kami sedih harus meninggalkan situs itu,” ucapnya. “Namun ada rasa bangga dan pencapaian yang luar biasa. Dan kami akan berhenti untuk memberi rasa hormat kami kepada Bos.
Post a Comment