Header Ads

Legenda Coelacanth Indonesia

 Indonesian coelacanth (Latimeria menadoensis) adalah salah satu dari dua spesies ikan di genus Latimeria yang masih hidup hingga saat ini.


Habitat ikan coelacanth Indonesia berada di sekitar perairan Laut Sulawesi, terutama di sekitar Pulau Manado Tua, perairan Malalayang, Teluk Manado, dan perairan Talise di Minahasa Utara.


Kata Coelacanth diadaptasi dari bahasa Latin modern Cœlacanthus "hollow spine", dari bahasa Yunani hollow ("berongga") dengan spine ("tulang belakang").

Coelacanth merupakan ikan besar berbentuk bulat, dengan daun telinga bersirip, dan dapat tumbuh hingga lebih dari 2 meter dengan berat sekitar 90 kg.


Coelacanth memiliki delapan sirip, yaitu dua sirip punggung, dua sirip dada, dua sirip panggul, satu sirip anal dan satu sirip di bagian ekor.


Ikan ini diperkirakan dapat hidup selama 60 tahun atau mungkin lebih.

Coelacanth sekarang dianggap lebih besar dibandingkan dengan yang ditemukan dalam bentuk fosil.


Dua spesies coelacanth yang diketahui masih hidup yaitu hanya West Indian Ocean coelacanth (Latimeria chalumnae) di dekat Pulau Comoro, pantai timur Afrika, dan Indonesian coelacanth (Latimeria menadoensis) di sekitar perairan Laut Sulawesi.

Coelacanth sempat dianggap telah punah sejak akhir periode Cretaceous, sekitar 66 juta tahun yang lalu, namun mereka ditemukan kembali dalam keadaan hidup pada 23 Desember 1938 di lepas pantai Afrika Selatan.


Pada 23 Desember 1938, kurator museum, Marjorie Courtenay-Latimer, menemukan spesimen pertama ikan itu di antara hasil tangkapan pemancing lokal, Kapten Hendrick Goosen.

Marjorie Courtenay-Latimer bersama spesimen ikan Coelacanth

Seorang iktiologi (ahli ikan) bernama Dr. J.L.B Smith mendeskripsikan spesies ikan tersebut dalam artikel di jurnal Nature yang terbit pada tahun 1939. Ia memberi nama ilmiah Latimeria chalumnae kepada ikan itu, untuk mengenang sang kurator museum dan juga lokasi penemuan ikan tersebut.

Dr. J.L.B Smith


Coelacanth dikenal sebagai contoh terbaik dari Lazarus Taxon, sebuah takson yang menghilang dari catatan fosil (selama beberapa periode) dan kemudian muncul kembali (di periode selanjutnya).

Sejak tahun 1938, West Indian Ocean coelacanth telah ditemukan di Komoro, Kenya, Tanzania, Mozambique, Madagascar, Afrika Selatan, dan Sulawesi.

Antara tahun 1938 dan 1975, sebanyak 84 spesimen telah ditangkap dan dicatat.

Spesies coelacanth kedua yang ditemukan dalam keadaan hidup adalah Indonesian coelacanth (Latimeria menadoensis).

Di indonesia, khususnya di sekitar Sulawesi Utara, masyarakat setempat menjuluki spesies ini dengan sebutan ikan raja laut.

Erdmann and Arnaz Mehta pertama kali bertemu dengan satu spesimen itu ketika berada di pasar lokal (pasar Manado Tua) pada September 1997, namun hanya mengambil beberapa foto dari spesies itu, sebelum spesimen tersebut terjual.


Setelah mengetahui bahwa itu adalah penemuan yang unik, Erdmann kembali ke Sulawesi pada November dan bertanya kepada nelayan setempat untuk mencari dan menangkap ikan yang sama.

Spesimen kedua berhasil ditangkap hidup-hidup oleh nelayan pada 30 Juli 1998, dan diserahkan kepada Erdmann. Spesimen tersebut berukuran panjang 1,2 meter dengan berat 29 kg.

Nelayan yang berhasil menangkap ikan Coelacanth

Ikan ini sempat hidup selama enam jam, memungkinkan ilmuwan untuk mendokumentasikan warna, gerakan sirip, dan perilaku umum ikan unik tersebut.

Spesimen ini kemudian diawetkan dan disumbangkan ke Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), bagian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Ikan ini disebutkan dalam jurnal ilmiah Perancis Comptes Rendus de l'Académie des sciences Paris terbitan tahun 1999, oleh Pouyaud et al. Pada saat itu, ikan ini adalah spesies baru yang diberi nama ilmiah Latimeria menadoensis.

Berdasarkan tes DNA, spesimen ini berbeda dengan populasi coelacanth di Komoro. 


Perbedaan utamanya adalah pada warna sisiknya, coelacanth Indonesia berwarna cokelat keabu-abuan, sementara coelacanth Komoro berwarna kebiru-biruan.

Indonesian coelacanth (Latimeria menadoensis)

West Indian Ocean coelacanth (Latimeria chalumnae)

Berdasarkan penelitian langsung di habitat aslinya, coelacanth adalah pemburu ikan di malam hari (nokturnal) dan dapat ditemukan berdiam di mulut gua batuan lava bawah laut, lereng vulkanik curam di bawah laut yang tertutupi oleh pasir, gua bawah laut dan celah-celah yang memungkinkan coelacanth untuk beristirahat pada siang hari.



Karena hanya ada dua spesies coelacanth dan keduanya sama-sama terancam, menjadikan mereka sebagai binatang paling terancam punah di dunia.


Indonesian Coelacanth (Latimeria menadoensis) masuk ke dalam daftar merah IUCN dengan kategori rentan punah, sedangkan West Indian Ocean coelacanth (Latimeria chalumnae) sudah terdaftar sebagai spesies terancam punah.

No comments

Powered by Blogger.