Pertama Kalinya Kamp Perang Tentara Salib Ditemukan di Tanah Suci
Untuk pertama kalinya sebuah kamp perang yang digunakan selama lebih dari satu abad ketika pasukan Kristen dan Islam berjuang di Tanah Suci telah ditemukan. Barang-barang yang ditemukan di kamp di dekat mata air Tzippori itu menjelaskan apa yang akan dilakukan para prajurit saat berkemah menunggu perang.
Berdasarkan hasil eksplorasi arkeologis, bukti-bukti menunjukkan bahwa dulunya para komandan biasa cekcok sehingga para pasukan mereka ikut terganggu. Para prajurit biasa meredakan ketegangan akibat percekcokan tersebut bukan dengan minum dan pesta pora, melainkan dengan mengganti paku besi di sepatu kuda mereka.
Sejarah mencatat, setelah menjalani malam tanpa tidur, pada 3 Juli orang-orang Franka dari Pasukan Salib berbaris keluar dari Tzippori, baik menuju Tiberias sendiri atau mungkin ke mata air Hattin. Hari itu dilaporkan merupakan hari yang panas terik. Keesokan harinya, 4 Juli, mereka dihancurkan oleh pasukan Ayyubiyah milik Sultan Salahuddin Al Ayyubi dalam Pertempuran Hattin.
Kamp abad pertengahan di Tzippori itu hanya berjarak 30 kilometer dari Tiberias. Selama lebih dari satu abad, baik para ksatria Kristen dan para prajurit Ayyubiyah menggunakan situs perkemahan tersebut, jelas Rafi Lewis, arkeolog yang meneliti arkeologi konflik dan lanskap tersebut bersama Ashkelon Academic College dan University of Haifa.
Bagaimana mungkin begitu banyak pertempuran antara pasukan Kristen dan Islam selama periode abad pertengahan tidak menghasilkan perkemahan (yang diketahui), sampai yang satu ini? Mungkin mereka diabaikan karena para peneliti berfokus pada situs-situs yang lebih "populer" seperti kastil dan situs perang pengepungan, ujar Lewis seperti dikutip dari Haaretz.
Perkemahan ini ditemukan berkat sebuah proyek yang dipimpin oleh Divisi Prasejarah dari Otoritas Barang Antik Israel (Israel Antiquities Authority/IAA). Proyek yang memakan waktu enam tahun ini dipimpin oleh Nimrod Getzov dan Ianir Milevski.
Apa yang mereka temukan sangat berbeda dari kamp-kamp bergaya Romawi, seperti yang ditunjukkan oleh sumber-sumber abad pertengahan di La Rgle du Temple (Rule of Templars), yang menjelaskan seperti apa seharusnya kamp-kamp Tentara Salib dan bagaimana seharusnya tempat seperti itu dibuat. Kamp tersebut dijelaskan dalam bab ketiga dalam buku “Settlement and Crusade in the Thirteenth Century.”
Ini adalah benar-benar bukti material pertama dari situs perkemahan abad pertengahan di Israel atau di mana pun, kata Lewis. Kamp tersebut berbeda dengan kamp Romawi yang menduduki Tanah Suci satu abad atau lebih sebelumnya.
Tanah Suci sendiri adalah istilah yang merujuk pada wilayah geografis di Levant yang penting bagi agama Yudaisme, Kristen, Islam, dan Bahá'Ã. Tanah Suci tidak memiliki batas yang pasti, dan kini secara kasar meliputi wilayah Israel, Palestina, dan sebagian Yordania dan Lebanon.
Satu hambatan dalam menyelidiki kamp Franka ini adalah bahwa kamp tersebut tampaknya tidak memiliki struktur batu dan/atau kayu. Kamp ini tidak seperti kamp Legiun Romawi sebelumnya, yang memiliki dinding internal dan juga dinding luar yang menandai batas kamp.
Kesan yang ditinggalkan oleh sisa-sisa perkemahan abad pertengahan di Tzippori adalah ketidakkekalan, kata Lewis. Berdasarkan sumber sejarah, tentara Salib ditempatkan di tenda-tenda, bahkan gereja kamp juga berada di tenda. Orang-orang itu selalu siap berbaris untuk berperang, jelas Lewis.
Jadi, tidak ada dinding di kamp tersebut. Namun begitu, para arkeolog menemukan banyak artefak logam yang berasal dari Kerajaan Latin Yerusalem, yang ada dari tahun 1099 hingga 1291, di situs kamp tersebut.
Tidak jelas kapan pasukan Kristen mulai menggunakan kamp Tzippori itu. Namun pada tahun 1130-an ini adalah titik berkumpul pilihan untuk angkatan bersenjata, kata Lewis.
Lewis memberi contoh spesifik. Pada tahun 1168, Raja Amaury menulis kepada Raja Louis VII untuk meminta bantuan setelah gempa bumi melanda Antiokhia. Dan jelas, kaum Franka berkemah di sana berkali-kali sampai Pertempuran Hattin yang menentukan pada tahun 1187. Kemudian Salahuddin sendiri sendiri mengumpulkan pasukannya di tempat tersebut.
Secara keseluruhan, Lewis menyimpulkan, tampaknya pasukan Muslim dan Franka menggunakan situs tersebut selama lebih dari 125 tahun. Dan sepertinya situs tersebut digunakan untuk memasang paku tapal kuda.
Ada banyak paku tapal kuda serta barang-barang lain yang berhubungan dengan kuda di situs tersebut. Barang-barang itu antara lain sepatu, kekang, tusukan, perlengkapan harness, dan sisir kari, serta tiga jarum dan empat panah.
Tim peneliti menjelaskan, pada masa itu kepala paku tidak dipaku ke gagang di tapal kuda, agar bisa mencengkeram tanah dengan lebih baik. Jadi jelas paku-paku itu akan patah dan perlu sering diganti. Ini semakin relevan mengingat beberapa orang di kamp itu datang dari jauh, bahkan ratusan kilometer.
"Saya melihat pola menarik yang serupa dengan yang ada di kamp-kamp tentara kontemporer," kata Lewis.
"Sebagian besar paku yang kami temukan adalah paku bekas," jelas Lewis. "Ini seperti, ketika Anda pergi berperang, Anda tidak ingin ban kempes di jip Anda. Mereka datang dari mana-mana, beberapa dari Tirus, beberapa dari Ashkelon, dan itu akan memakan waktu beberapa hari perjalanan ke Tzippori. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengganti paku tapal kuda."
Post a Comment